Minggu, 10 Februari 2013

SEJARAH TARI JAIPONG(JAWA BARAT)

Asal Usul Tari Jaipong Jawa Barat

Written By dodi on Tuesday, September 25, 2012 | 7:00 AM


Indonesia Memang Akan Kaya Khasanah Budaya Bangsa yang dilahirkan dari Nenek Moyang Kita salah satunnya adalah Jenis Kesenian atau tarian di Jawa Barat Yakni Tari Jaipong.

Pengertian Tari Jaipong
Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman Berasal dari Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.

Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan orang pada sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.
[Tari Jaipongan]
Tari Jaipongan Jawa Barat

Sejarah Tari Jaipong
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.

Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu / Doger / Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu / Doger / Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.

Minggu, 20 Januari 2013

banjir jakarta

BANJIR JAKARTA 2013: Gila! Tarif Ojek Bisa Sampai Rp750.000

21 January 2013 14:10
Newswire

Nelayan mengangkut korban banjir Pluit/Jibiphoto/Rahmatullah
JAKARTA – Darurat banjir ternyata menjadi celah untuk mendapat penghasilan lebih bagi kalangan pekerja informal.
“Berkah” banjir itu misalnya sedang dipanen para tukang ojek motor di Stasiun Kereta Api Manggarai juga tukang ojek perahu di daerah Pluit dan Muara Karang.
Senin (21/1), tarif jasa ojek yang ditawarkan di kawasan ini bahkan bisa mencapai ratusan ribu rupiah.
Untuk perjalanan Stasiun Manggarai-Jalan Medan Merdeka Selatan, para pengojek menawarkan tarif sekitar Rp80.000, tujuan kawasan Sudirman/Thamrin Rp90.000, tujuan Senen Rp60.000, tujuan Tanah Abang sekitar Rp90.000, sedangkan tujuan Gajah Mada para pengojek menawarkan jasa angkutan nonformal tersebut hingga Rp100.000.
Yanto, 27, pengojek yang sehari-hari mangkal di depan Stasiun Manggarai mengatakan, tarif yang ditawarkan lebih tinggi dari hari biasanya itu karena banyaknya karyawan yang benar-benar membutuhkan jasa ojek untuk mencapai tujuan.
“Umumnya yang naik ojek adalah karyawan. Kereta tiba terlambat, sehingga para karyawan butuh alat transportasi yang lebih cepat, sementara angkutan umum saat ini terbatas,” kata Yanto.
Akan tetapi ditambahkannya, harga yang ditawarkan bisa kurang karena biasanya terjadi tawar-menawar.
Ia pun mengaku pendapatannya meningkat dari sebelumnya sekitar Rp60.000 per hari, bisa naik menjadi sekitar Rp300.000 per hari.
Banjir yang melanda Jakarta mengakibatkan jalur KRL di Stasiun Sudirman terputus, Stasiun Tanah Abang dan Stasiun Kota pun ikut terendam.
PT Kereta Api Indonesia terpaksa membatasi perjalanan KRL Commuter Line tujuan Tanah Abang dan Stasiun Kota hanya sampai Stasiun Manggarai.
Akibat kebijakan tersebut, jumlah penumpang KRL yang turun di Stasiun Manggarai melonjak menjadi sekitar 31.000 orang per hari, naik tiga kali lipat dibanding hari normal yang hanya mencapai sekitar 11.000 orang.
Masa panen juga dialami tukang ojek perahu di kawasan Pluit dan Muara Karang.
Di kawasan ini tarif ojek perahu dipatok bervariasi, mulai dari Rp150.000 bahkan bisa mencapai tarif tertinggi sekitar Rp750.000 per orang. (Antara/sae)